Kamis, 20 Agustus 2009

Pangeran Lolipop




PANGERAN LOLIPOP


Hujan disini… aku nampaknya sedang kedinginan..

Ada siapa? Hanya aku tinggal menunggu..

Dari kejauhan aku melihat bayangan sesosok pria membawa payung. Ah.. kupikir. Tak mungkin ia datang untukku. Beberapa kali, wanita di bawah bunga terbalik mekar berwarna pelangi berkeliaran, tertawa ke sana sini. Yah. Mereka tak mengabaikan keberadaanku.

Sekarang teman bicaraku hanya tiang berdiri kokoh di sebelahku ini.

Tak lama kemudian ketika aku bertengkar pada tiang, yang tak bersahabat dan tak mengucap sepatah kata apapun padaku “DUAR!” petir menyambar. Tak seorangpun menggubris keberadaanku.
Hingga datang seorang pria bertudung biru, dan bersepatu layaknya TIM SAR.

“ini…”

Dia memberikan segagang permen lollipop besar dengan mekar bunga tulip di atasnya. Dia pergi sebelum aku sempat menyatakan terima kasih padanya. “baik hati sekali orang itu…”, pikirku.

Dengan lollipop besar itupun akhirnya aku berjalan saja menyisiri derasnya guyuran air saat itu. “huuuf…”, satu satunya kata yang terlintas di pikiranku saat itu. Dingin rasanya, aku ingin cepat pulang. Kulihat baru saja ada seseorang berteriak “kyaaa! Awas….. “, dan bla-bla-bla. Orang itu mengumpat. Dia kesal dengan perilaku supir sebuah mobil yang melintasi derasnya hujan tanpa memperhatikan kolam kecil di tengah jalan tersebut. Kulihat tubuh orang itu basah kuyup. Aku ingin membantunya, tapi apa hendak kulakukan, tubuhku juga basah kuyup saat ini. kurasa, satu-satunya bagian tubuhku yang tidak basah karena air karunia ini adalah buku-buku di dalam tas ku. Karena, bahannya terbuat dari bahan seperti parasut. “yaaah…”, pikirku. Mungkin itu semua akibat hujan kali ini hampir 45 derajat kemiringannya.

Terkadang sembari berjalan aku berpikir “baik sekali lelaki tadi datang menghampiriku yang sedang berdiam seribu bahasa kepada tiang di sebelahku, dan memberikanku lollipop manis yang dapat menghantarkanku kembali pulang”, yaaah… walaupun ini tak banyak berguna.

Hujan semakin deras saja. Aku tak berani memecahkan konsentrasi ku pada genggaman tanganku pada payung, dan terus meihat ke depan. Lama kelamaan aku semakin aneh. Tubuhku terasa semakin basah saja. “Apakah mungkin, hujan yang derjatnya 45 tadi, sekarang sudah berubah menjadi 180?”, kurasa itu hanyalah pikiran bodoh! Hahaha… aku tertawa sendiri membayangkannya.

Sekarang lagi-lagi aku melihat kejadian di tengah hujan. Seorang anak kecil rela berhujan-hujanan dan memberikan payung satu-satunya kepada seorang bapak-bapak berdasi, yang tampaknya akan berjalan keluar kedai makan di sana untuk berjalan menuju mobilnya yang sebenarnya tidak ada dalam jarak sepuluh meter dari halaman kedai makan tersebut. Terkadang aku berpikir nakal “mulianya hati anak itu?”, atau terkadang aku berpikir “apa yang sedang dilakukan orang tuanya di rumah ketika anaknya melakukan kebajikan tersebut?”, aku tak habis pikir.

Sekarang lamunanku bukan pada sekelilingku lagi. Aku pun mulai tak konsenterasi pada jalan. Aku justru membayangkan lelaki yang memberikanku gagang lollipop manis yang sedang kupegang saat ini untuk melindungi ku dari hujan. “alangkah baiknya ia…”, lagi-lagi itu pikirku. Hingga aku menyadari, sepertinya lama kelamaan kepalaku ini semakin diterpa lebatnya hujan. Aku ingin berlari. Tetapi, rasanya tak lucu berlari saat ini. bisa-bisa justru aku akan mencuci bersih baju putihku ini dengan segala air yang telah bercampur tanah. “yaaah… ku harus berabar”, setidaknya sedikit lagi aku sampai di rumah. Dan, aku juga harus mensyukuri kedatangan “pangeran lollipop” tadi yang telah datang memberikanku gagang lollipop ini. Ya, sekarang aku menjulukinya pangeran lollipop. Ternyata dia benar-benar baik, peduli padaku yang sedang membisu karena tiang tak kunjung berkata padaku.

Aku terus saja memikirkannya, “siapa dia?”

Sampai tak sadar, aku telah sampai di depan pagar rumahku. Dan, saat kusadar ternyata hujan telah berhenti. Aku, memasuki halaman rumahku. Sekelebat aku melihat orang bertudung biru terlintas di pikiranku. Aku megunci pagar.

Sesekali aku mendengar tawa “hihihihihi”. Tapi aku tak menggubrisnya. Aku tetap mengunci pagar. Dan baru menurunkan payung ku itu.

Tiba-tiba, aku melihat hal yang mengejutkan! Bersamaan dengan suara tawa “hihihi” yang tadi terdengar, menjadi lebih kencang. Sekarang menjadi “hahahhahaa!!!”, tawa yang sungguh menjengkelkan datang tepat di sebelah kupingku.

Mukaku memerah.

Ternyata, dia adalah orang bertudung biru tadi yang memberikanku payung yang ternyata bolong! Dia kakak tertua ku!!!




by: Wahyu Nurul Fitri R
Senin, 20 Mei 2009
17.00 WIB

0 comments:

Posting Komentar

Mohon kritik & sarannya yang membangun...
jangan menjatuhkan, ataupun semacamnya.
Terima kasih atas partisipasinya ^^

Related Posts with Thumbnails