Sabtu, 03 Juli 2010

7 Tahun Untuk Senyuman, Arisa [part 2]





,,

Tiga hari berlalu sudah sejak kejadian itu. Sejak saat itu aku selalu murung di kamar dan tidak mau keluar. Bahkan untuk makan sekalipun.

Sungguh, kali ini aku benar-benar tidak mau kehilangan orang yang paling kusayangi lagi. Sungguh tidak.

Entah mengapa, aku merindukan mama. “dimana mama sekarang sebenarnya”, isakku dalam tangis. Aku sungguh sangat merindukan mama.

Terakhir kali aku bertemu dengan mama adalah 7 tahun lalu. Ketika aku berumur tiga tahun tepatnya. Mamaku bercerai dengan papa, dengan alasan yang sampai sekarang tidak pernah kuketahui. Atau bahkan, aku memang tidak mau mencari tau.

Papaku selalu menampilkan wajah murung jika aku menyinggung mama di depannya. Entah mengapa, aku merasa pertengkaran yang menyebabkan mereka bercerai 7 tahun lalu bukanlah pertengkaran yang disebabkan mereka saling benci. Karena kuyakin, mereka masih saling mencintai sampai sekarang. Papaku, dia seorang yang yang tampan. Kata orang juga dia adalah pengusaha sukses. Dia memiliki sebuah perusahaan besar, yang dibangunnya sejak dia kuliah.

Dengan kriteria orang seperti papaku, aku yakin pasti banyak yang menyukainya. Tetapi, papa tidak pernah membawa wanita lain untuk dijadikan istrinya. Atau bahkan, aku saja tidak pernah melihat seorang wanita lain selain mama dekat dengannya. Pernah, suatu hari aku masuk ke kamar papa. Aku menemukan foto mama masih tergeletak di atas tempat tidur papa. Aku yakin, papa baru saja memandanginya. Aku tau, mungkin ada suatu masalah yang tidak bisa diselesaikan waktu itu. Dan kemungkinan, aku akan menyakiti hati papa jika aku bertanya apa yang terjadi 7 tahun lalu.

Sejak peristiwa 7 tahun itu, aku tidak pernah bertemu dengan mama. Bukan karena papa melarangku atau apa. Tetapi, aku memang tidak pernah memintanya. Hmm, sebenarnya pernah. Aku ingat, ketika umurku 5 tahun aku sangat merindukan mama. Tetapi, ketika aku bertanya soal mama, papa justru berwajah muram dan meninggalkanku pergi. Sejak saat itu, aku tidak pernah bertanya lagi. Aku sangat sayang sama papa. Dan mama? Aku tau, mama pasti punya alasan untuk tidak bertemu denganku.

Walaupun begitu…

Saat ini aku sangat membutuhkan mama! Sungguh sangat membutuhkannya!
Walaupun 7 tahun aku tidak bertemu dengannya. Dan terakhir bertemu aku masih dalam usia sangat dini. Aku sangat tau. Mama paling pandai menenangkanku di saat aku gundah seperti ini. Mamaku mirip sekali dengan Vano, mereka adalah 2 orang yang kusayangi. Mereka sangatlah pandai melunturkan suasana sedih seperti ini. Lain seperti papa maupun kak Reno. Aku tau, walaupun mereka menyayangiku. Tetapi, mereka mempunyai sifat yang pasif. Yah.. pasif.. sama sepertiku.

Aku mengisak tangisku lagi. Kali ini aku melipat kedua kakiku dan memeluknya di atas tempat tidurku ini. Aku berpikir…

“andai saja aku bisa lebih ceria seperti Vano. Bisa cepat tanggap sepertinya.. mungkin sekarang aku tidak hanya menangis seperti ini di kamar. Tanpa melakukan apapun..”
“vano.. jika kau ada di posisiku.. kau akan berbuat apa? “, tangisku semakin pecah. Aku semakin tidak sanggup menahan air mataku untuk jatuh semakin deras.

Dan kak Reno… entah perasaan atau bagaimana. Dia seperti tau aku sedang menangis, dia langsung masuk ke kamarku. Duduk di atas tempat tidurku. Memelukku. Tapi.. masih dengan tanpa kata apapun.







,,

Aku menarik selimutku. Sepertinya tadi aku ketiduran ketika dipeluk oleh Kak Reno. Aku sangat bingung ketika melihat tas koperku sudah rapih di sebelah pintu kamar. Entah siapa yang membereskannya. Aku bingung.

Aku berjalan menuju pintu kamar, menarik handle pintu yang berwarna kuning keemasan ini dan keluar. Kulihat sudah beberapa tas milik papa, om Adri, dan tante Fira serta kak Reno, sudah rapih berjejer di sebelah meja makan. Entah ada apa.. mungkinkah aku kembali sekarang ke Jakarta? Dalam keadaan aku belum bertemu dengan Vano??

“risa? udah bangun?”, ujar Kak Reno lembut.

“iya.. kok koper-koper udah pada rapih kak? Kita mau ke Jakarta? Vano.. vano udah ketemu???”, tanyaku antusias.

“hmmm. Udah sa.. sekarang dia udah di rumah sakit. Tadi, pas kamu nangis.. ternyata vano ditemuin. Dia terdampar di pinggiran aliran sungai abis ditelusurin.. “, kak Reno berbicara dengan tutur yang jauh lebih lembut dari sebelumnya. Mungkin agar aku tidak menangis.

Tapi.. mana bisa aku tidak menangis?!

Air mataku spontan terjatuh dan deras. Sepertinya kerjaanku tiga hari ini hanya menangis dan menangis.

Dan kak Reno.. lagi-lagi.. dia memelukku.




====================================================================


“HEI!!”, teriak kak Reno dari balik punggungku membuyarkan segala lamunanku 7 tahun yang lalu.

“kakak!”, balasku.

“hehey.. ngelamun aja sepupu gue yang satu ini.. ckckck. Ngelamunin apa coba?”, celetuk Kak Reno sambil berdiri di sebelahku.

“gapapa kak.. Cuma lagi inget sesuatu…”, jawabku ragu.

“sesuatu… Apa Vano?”, kakakku menebak dengan sangat tepat. Dia tersenyum lebar padaku. Entah apa maksudnya. Mungkin, kakakku berusaha mengalihkan topik. Tetapi pasif dia keluar. Sehingga dia kembali masuk ke dalam rumah. Sungguh kehadiran yang tidak terlalu bermanfaat.

Dan aku?

Kembali menatap bulan, aku masih menyebut nama Vano… sahabat kecilku yang tidak pernah bisa kulupakan..

Vano.. bagaimana kabar kamu sekarang?




to be continued





,,

2 comments:

Anonim mengatakan...

nice kak :) .
lebih suka yang ini daripada langsung ending .

nurul sora mengatakan...

makasih komennya :)
*sekedar info, part 3 nya udah ada

Posting Komentar

Mohon kritik & sarannya yang membangun...
jangan menjatuhkan, ataupun semacamnya.
Terima kasih atas partisipasinya ^^

Related Posts with Thumbnails