,,
Hari.. sabtu. Hari kepulanganku. Dan sabtu, hari yang sama seperti hari dimana Vano mengalami kecelakaan. Entah mengapa.. aku semakin merindukannya.
Sudah hampir empat hari aku di sini. Berharap.. entah harapan apa yang kutanam sesungguhnya. Tetapi, harapan ini sungguh besar. Harapan aku dapat menemuinya lagi. Menemui Vano, yang sampai detik ini masih sangat kusayangi.
Aku menengok ke luar. Ke arah jendela, aku melihat semak-semak dimana Vano suka menjemputku malam-malam, atau dimana ketika waktu kosongku, dan mengajakku pergi ke tempat yang menakjubkan.
Aku pergi menjauh dari jendela tersebut. Menghampiri dimana koperku dan koper seluruh keluargaku dikumpulkan. Entah apa tujuanku kemari. Tetapi akhirnya aku lebih memilih pintu keluar. Dan aku membiarkan kakiku terus melangkah kemana ia ingin pergi.
Aku, sekarang berada di depan pintu keluar. Seluruh keluargaku sedang sibuk masing-masing dengan urusan “packing”nya. Aku sendiri disini, mengingat dengan pasti kejadian 7 tahun lalu. Ketika Vano dengan semangatnya mengajakku pergi ke lokasi lokasi menakjubkan. Dan aku sekarang.. kembali melamunkan kejadian itu..
“grusak.. grusak..”, aku tersadar dari lamunanku. Semak-semak tempat Vano biasa bersembunyi sekarang berbunyi.
“eh…”, satu reaksi yang berisi berbagai makna untukku. Aku sungguh berharap sesuatu yang rasanya tidak mungkin.
Akupun melangkah melewati semak-semak itu. Berdiri di suatu lokasi, lokasi kemana ke kiri adalah ke tempat dia mengajakku ke tempat “taman rahasia” itu, dan ke kanan adalah tempat dimana Vano….
“kemana harusnya aku melangkah sekarang?”, tanyaku dalam hati.
Tiba-tiba saja aku sekelebat melihat seorang anak kecil berlarian. Dia mirip Vano. Dia berlari ke arah sungai itu..
Aku spontan mengikuti anak kecil itu. Entah apa yang kupikirkan, tanpa alasan aku mengikutinya. Hingga sekarang aku sampai persis di sebelah tempatku bermain dulu dengan Vano, di pinggir aliran sungai.
“Vano.. kalau sekarang aku memaksakan kehendakku bermain lagi di aliran sungai apakah kau akan menolongku? Kalau kau sayang padaku. Kuharap ya.. kau mau menolongku”, pikirku bodoh. Sambil terus membiarkan kakiku melangkah mulai hendak masuk ke dalam aliran sungai.
*grep*, tiba-tiba aku merasakan tangan kiriku digenggam oleh seseorang. Aku sungguh sangat tercengang “siapa dia? Siapa ini yang tengah menggenggam tanganku?
Mungkinkah….”
Aku.. sungguh tidak berani menoleh. Tapi, aku harus memberanikan diri menoleh.
Akupun menoleh.. menggerakkan kepalaku ke arah kiri.
Dan…
“apa….?”, aku sungguh sangat tercengang. Melihat siapa yang kupandangi saat ini. Siapa yang sedang menggenggam erat tanganku.
“Ya Tuhan.,. inikah mimpi?”
Jantungku berdegup kencang.. amat sangat kencang. Sejenak kulupakan untuk apa aku ke tempat ini sebenarnya. Aku masih terharu tercengang.. ter… ah! Aku benar-benar tidak tau bagaimana harus menyebutnya. Yang jelas.. hatiku sangat tidak karuan.. sangat bahagia.. mendapati siapa yang ada di hadapanku saat ini…
“Mama….”, bisikku pelan.
Mamaku, tersenyum.
Air mataku berlinangan jatuh perlahan. Aku memeluknya, memeluknya sangat erat. Aku memang rindu Vano, sangat rindu. Tetapi, ini mamaku. MAMAKU!
Tangisku benar-benar pecah. Mamaku membalas pelukanku dengan sangat erat juga. Berkali-kali mengecup keningku. Aku sungguh tidak ingin melepaskan pelukan ini.
……………………..
“Risa…”, suara mama memecahkan suara tangis bahagiaku dengannya.
Aku melepas pelukanku. Menghapus air mataku. Aku memandangi wajah mama. Wajah yang kuyakin aku masih sangat mengenalnya. Walaupun selama 14 tahun ini aku hanya melihat wajahnya dari selembar foto.
“Risa… sebelum mama menyampaikan yang lainnya, mama mau bilang sama Risa.. “, perkataan mamaku terputus. Aku terdiam. Sampai mama melanjutkan perkataannya.
“Vano.. kamu kesini cari Vano kan?”, aku semakin tercengang dengan perkataan mama. Entah mengapa, detik-detik ini adalah detik yang begitu mencengangkan bagiku.
“Vano… vano menitipkan ke mama.. salam.. salam untukmu Sa.. “, perkataan mama semakin tidak kumengerti.
“Vano bilang, mama harus kembali pulang. Pulang.. ya pulang.. ke rumah dimana ada kamu sama papa. Vano juga bilang ke papa.. maafin Vano.. yang sempat merebut papa kamu selama tiga tahun sepuluh tahun lalu. Tetapi, tujuh tahun belakangan ini Vano koma.. di rumah sakit. Tapi, setelah tujuh tahun dia terlelap di sana.. dia bangun.. seminggu lalu tepatnya. Pas papa kamu juga datang ke rumah sakit. Bercerita soal kamu yang selalu mengunggu Vano.. ya. Vano.. vano kakakmu. Anak dari lelaki yang pernah menikah dengan mama sebelumnya. Berpisah karena bercerai. Dan setelah 4 tahun kami bercerai, dan Vano ikut dengannya.. dia meninggalkan dunia. Sehingga membuat mama harus mengurus Vano. Dan papamu.. dia tidak mau menerima Vano.
Tapi.. itu masalah sepuluh tahun lalu sa.. beda dengan tujuh tahun lalu. Ketika papa kamu panic menjenguk Vano yang dalam kondisi kritis di rumah sakit. Bertemu mama, dan selama tujuh tahun ini selalu bertemu mama dan menjenguk Vano. Dia gak mau bawa kamu. Takut kamu sedih. Tapi, setelah seminggu lalu.. papa sama mama sama-sama tersenyum untuk Vano. Dia bangun dari tidurnya.. dan ingin bertemu kamu lagi.. di.. tempat ini.. saat ini juga”, jelas mama sangat panjang, yang membuatku tidak bisa berkata apapun bahkan sepatah katapun.
“Risa….”, sapa kak Vano yang masih dengan kepala diperban. Wajah masih sayu berdiri di belakang mama. Memanggilku.. seperti tujuh tahun lalu.
Sekarang giliranku berlari ke arahnya. Arah lelaki yang selalu kutunggu. Dan ternyata kakakku. Sungguh.. aku tidak bisa melupakan hari ini. Hari dimana, gerbang kebahagiaanku seakan benar-benar terbuka untuk selamanya. Tinggal bersama papa dan mamaku yang sudah kembali. Setelah dan dengan tujuh tahun kesedihanku menunggu kak Vano.. yang ternyata.. terlelap terbaring dalam tidur panjangnya.
----end----
Originaly by: Rr Wahyu Nurul Fitri R
Jakarta, Bintaro
8th July 2010
4.03 am
0 comments:
Posting Komentar
Mohon kritik & sarannya yang membangun...
jangan menjatuhkan, ataupun semacamnya.
Terima kasih atas partisipasinya ^^